Cari Tau Apa Itu Living in Harmony with Disaster?

Cari Tau Apa Itu Living in Harmony with Disaster?

Konsep “living in harmony with disaster” atau hidup selaras dengan bencana adalah pendekatan yang mengakui bahwa Fenomena alam tidak bisa sepenuhnya dihindari, terutama di wilayah rawan seperti Indonesia. Alih-alih hanya berfokus pada respons darurat setelah bencana, konsep ini menekankan adaptasi, kesiapsiagaan, dan mitigasi agar masyarakat bisa tetap hidup produktif dan aman meskipun berada di lingkungan berisiko.

Prinsip Dasar Konsep:

  1. Mengakui realitas risiko → bukan menolak atau melawan Fenomena Alam, melainkan menyadari bahwa gempa, banjir, letusan gunung api, dll. adalah bagian dari Fenomena alam.
  2. Membangun resiliensi → masyarakat dilatih agar tidak rapuh saat terjadi bencana, tetapi tetap bisa bangkit dengan cepat.
  3. Keseimbangan manusia–alam → pola tata ruang, pembangunan, dan gaya hidup harus memperhatikan daya dukung lingkungan.
  4. Berbasis komunitas → karena masyarakatlah yang paling terdampak, maka mereka harus menjadi aktor utama.

Banyak contoh praktiknya,

  1. Masyarakat Jepang terbiasa hidup dengan gempa melalui pendidikan bencana sejak dini dan rumah tahan gempa.
  2. Petani di daerah rawan banjir di Jawa membangun rumah panggung dan menyesuaikan pola tanam sesuai musim banjir.
  3. Komunitas sekitar Gunung Merapi punya jalur evakuasi, sistem peringatan dini, dan ritual budaya sebagai pengingat akan ancaman letusan.

Artinya, harmoni ini tercapai jika masyarakat menerima risiko sebagai bagian dari kehidupan, lalu beradaptasi dengan cara cerdas.

Aksi Antisipatif (Preventif & Adaptif):
Untuk menerapkan konsep ini, langkah antisipatif yang dapat dilakukan meliputi:

  1. Tata Ruang & Infrastruktur
    Pembangunan diarahkan sesuai peta risiko (tidak mendirikan pemukiman di sempadan sungai, lereng curam, atau zona rawan tsunami).
    Infrastruktur tahan bencana (rumah tahan gempa, bendungan pengendali banjir, sumur resapan, shelter evakuasi).
  2. Sistem Peringatan Dini (EWS)
    Memanfaatkan teknologi (sirine, SMS blast, aplikasi) dan pengetahuan lokal (misalnya tanda alam).
    Simulasi rutin agar masyarakat tahu apa yang harus dilakukan saat peringatan diberikan.
  3. Pendidikan & Literasi Bencana
    Kurikulum sekolah memasukkan pengetahuan kebencanaan.

What's Your Reaction?

like
0
dislike
0
love
0
funny
0
angry
0
sad
0
wow
0